Pilih Laman

Sejarah Pengadilan

Masa Sebelum Kasunanan Surakarta

Berita tertua tentang Daerah Boyolali berpendapat sumber local dan berita rakyat, misalnya pada Surat Witoradi, Babat Sangkolo Agung, Uritan Kyai Ageng Pandanaran. Antara lain disebutkan bahwa daerah Pengging pada Kaman Pemerintahan Pragi Angling Diryo, daerah meliputi Pengging, Madyo Pajang Salembi, Pajangkungan, Walen, Somopuro, Gunung Plawangan, Gunung Langking, Prambanan dan Koriban. Daerah-daerah tersebut sekarang termasuk Daerah Kabupaten Boyolali kecuali Prambanan dan Koripan.

Dalam Serat Babad Mataram, Desa Walen oleh Sunan Kudus diubah namanya menjadi Desa Simo. Sedangkan terjadinya Boyolali berdasarkan cerita rakyat tentang Kyai Ageng Pandanaran ketika mengadakan perjalanan ke Jabalkat di Tembayat bersama istri dan anaknya.

Dalam perjalanan tersebut, Nyai Ageng tertinggal jauh dibelakangmaka ucapnya “Boya wis lali, Kyai ninggal aku”. Namun M.S. Hanyojo : kira-kira 25km dari salatiga, dalam perjalanan Kyai Ageng Pandanaran duduk diatas batu besar sambil menanti istri dan anaknya yang masih jauh dibelakang setelah lama dinanti tidak juga dating, Kyai berkata “Boya wis lali wong iki”.

Ketika Nyai Ageng sampai ditempat batu besar tersebut, Kyai Ageng sudah melanjutkan perjalanan. Sedang Nyai Ageng berkata “Kyai Boya wis lali aku,teko ninggal wae”, tempat itu kemudian disebut boyolali.

Namun Boyolali dalam serat Angger-Anggeran Nagari itu merupakan Surat Keputusan bersama antara Patih Raden Adipati Sosroningrat di Suryakarta dengan PAtih Raden Danurejo di Yogyakarta tahun 1840.

 

Masa Kasunanan Surakarta

Pada masa Kerajaan Mataram di Surakarta, Wilayah Kerajaan dibagi 3 satuan daerah:

  1. Daerah Kuthanegara (Tempat kedudukan Raja)
  2. Daerah Negara Agung (Daerah Lungguh Pegawai Kerajaan)
  3. Daerah Manca Negara (Daerah diluar Negara Agung)

Daerah Negara Agung dibagi menjadi beberapa daerah yaitu : Daerah Bumi Sewu, Alumija, Numpak Anyar, Bumi Dedhe, Punjang dan Panekar. Daerah Bumi Gedhe/Siti Ageng ialah daerah-daerah/desa-desa disepanjang jalan Surakarta-Semarang termasuk Kartasura, Boyolali, Ampel sampai batas Ungaran, Kedung Jati.

Pada jaman PB VII banyak perubahan-perubahan yaitu tentang Pemerintahan, Pengadilan, Status daerah pedesaan “Renovatum” pada tahun 1930 Belanja membangun benteng di Boyolali guna pertahanan, peristirahatan Belanda.

Perubahan di Bidang Pemerintahan yaitu dalam surat Angger-Angger/Serat Angger Gunung yang isinya Pembentukan Pos Tundhan, tempat pemberhentian barang-barang/surat-surat dari Surakarta ke Semarang atau Sebaliknya.

Tempat Pos Tundhan tersebut adalah Ampel dan Boyolali yang dikepalai Tumenggung Gunung yang bertempat tinggal dekat posnya.

Pada tahun 1847, oleh sunan Boyolali dijadikan Kabupaten Gunung berdasarkan Staatslad 1847 No.30 disamping kota Surakarta, Kartasura, Klaten, Sragen dan Ampel.

Yang dianggap sebagai Bupati pertama untuk Boyolali yaitu : RT.Sutonagoro dengan adanya Staatslad 1847 No.30 tersebut, Boyolali dan Ampel tidak lagi sebagai pos Tundhan, tetapi sudah ditetapkan sebagai Kabupaten Gunung atau Kabupaten Pulisi, pada tanggal 5 Juni 1847.

Pada masa Pemerintahan Paku Buwono X, berdasarkan Kekancingan Dalem No.73 tahun 1893, Kabupaten Pulisi Ampel dihapus dan dimasukkan dalam Wilayah Kabupaten Boyolali meliputi:

  1. Kapanewon distrik Kota Boyolali
  2. Kapanewon distrik Ampel
  3. Kapanewon distrik Karang Gedhe
  4. Kapanewon distrik Grogol (Wonosegoro)

Pada tanggal 13 oktober 1911 berdasarkan Rijsblad Surakarta 1981 No.23 dikeluarkan ketetapan tentang peggantian namaBupati Pulisi beserta Stafnya menjadi abdi dalem Panggreh Praja.

Kemudian nama kabupaten Pulisi boyolali diganti namanya Kabupaten Panggreh Praja Boyolali, dengan struktur Pemerintahan: Bupati Panggreh Praja, Bupati Anom Panggreh Praja, Wedana, dan Asisten Wedana Panggreh Praja.

Tugas para pejabat tersebut antara lain memelihara ketentraman, keselamatan, kesehatan, pertanian, peternakan, kelancaran lalu lintas dan memberikan penyuluhan kepada Rakyat didaerah masing-masing.

 

Masa Republik

Berdasarkan Undang-undang No.22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan daerah yang kemudian disusul Undang-undang No.13 tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Diseluruh Jawa Tengah Undang-undang ini berlaku setelah ditetapkan Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1950 keluar tanggal 14 Agustus 1950 dan berlaku 25 Agustus 1950.

Dengan demikian secara formal Kabupaten Boyolali sebagai dareah otonom lahir tanggal 15 Agustus 1950, akan tetapi secara riil suatu daerah Pemerintahan dianggap ada apabila alat-alat perlengkatannya sudah terpenuhi, yaitu Kepala daerah dan DPRD.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 1950 maka berhasildibentuk DPRDS, yang terdiri 29 anggota dengan ketua S. Dirdjo Soeprapto dan Wakilnya Ismadhy.

Dengan demikan pada tanggal 29 Desember 1950 berdirilah Pemerintahan daerah Otonom Kabupaten Boyolali secara lengkap.

Sebagai Bupati pertama RT. Boedjonegoro dan sejak tanggal 1 April 1951 digantikan oleh M.Sastrohanjoyo. Sedang wilayah pemerintahannya dibagi menjadi:

  1. Kawedanan Boyolali
  2. Kawedanan Banyudono
  3. Kawedanan Simo
  4. Kawedanan Wonosegoro
  5. Kawedanan Ampel

 

Sejarah Terbentuknya Pengadilan

Dahulu PN Boyolali masih menjadi satu dengan PN Surakarta, sedangkan Persidangan tetap di Boyolali (di Gedung Jl. Pandanaran No167)

Gedung tersebut adalah gedung peninggalan Belanda/Kuno dan dari dulu sudah dipakai sidang kalau ada perkara di Boyolali. Gedung tersebut masih menjadi satu dengan Kejaksaan dan Kator Pos dan hanya ditunggu seorang pesuruh (karyawan PN Surakarta)

Sejalan dengan perkembangan Kabupaten Boyolali maka dirasa perlu adanya Kantor PN Boyolali. Kira-kira tahun 1955 mulai dirintis berdirinya kantor PN Boyolali dengan satus persiapan atau sementara.

Sejak saat itu PN Boyolali dengan 10 karyawan, 4 Hakim dan dipimpin Ibu Wahyuni BA (Hakim merangkap Ymt Ketua) serta dibantu oleh Panitera Kepala Sudirdjo Pranoto, mulai melaksanakan tugas-tugas teknis yuridis dan administrasi dengan peralatan yang belum lengkap.

Setelah tahun berjalan PN Boyolali menjadi ramai, dengan pimpinan Bp.Sudjadi, SH (1959-1965). Dari beberapa Ketua yang saling berganti PN Boyolali makin maju dan berkembang, termasuk pembangunan gedung serta sarana lain.

Para ketua yang pernah memimpin PN Boyolali adalah sebagai berikut:

  1. Bapak Sudjadi, S.H. (1959 – 1965)
  2. Bapak Suharno, S.H. (1965 – 1969)
  3. Bapak Kasihan, S.H. (1969 – 1981)
  4. Bapak Suparto, S.H. (1981 – 1988)
  5. Bapak Suwardi, S.H. (1988 – 1991)
  6. Bapak Idrus Saleh, S.H. (1991 – 1994)
  7. Bapak Parmiyono, S.H. (1984 – 1996)
  8. Bapak N.K.Simatupang, S.H. (1996 – 1999)
  9. Ny.Harnani, S.H. (1999 – 2004)
  10. Prasetyo Ibnu Asmara, S.H. (2004 – 2006)
  11. Ramli Darasah, S.H (2006 – 2008)
  12. Kusno, S.H., M.Hum. (2008)
  13. HJ.Titik Tejaningsih, S.H., M.Hum. (2008 – 2011)
  14. Agus Rusianto, S.H., M.H. (2011-2015)
  15. Mochamad Arifin, S.H., M.Hum (2015 – 2016)
  16. Sudjarwanto, S.H., M.H. (2016 – 2017)
  17. Mahaputra, S.H., M.H. (2017)
  18. Tuty Budhi Utami, S.H., MH (2017 – 2019)
  19. R. Heru Kuntodewo, SH., MH (2019 – 2020)
  20. Nurhadi, S.H., M.H (2020-2022)
  21. Radityo Baskoro, SH., M.Kn. (2022-Sekarang)